Thursday 5 January 2023

parenting apalah apalah

Sebenarnya saya ke-trigger postingan yang direpost seorang teman beberapa waktu lalu. Postingan itu bercerita tentang dosis sayang yang tepat untuk anak. Menurut postingan itu dan banyaaakkk sekali postingan di Instagram yang berseliweran, bersikap tegas, membuat aturan yang saklek, menuntut anak untuk bisa, tidak terlalu memanjakan anak, adalah kumpulan hal-hal baik yang akan berguna bagi anak di masa depan. 

Melihat itu saya sebenarnya pengen tertawa sedih. 

Saya dibesarkan dengan berbagai tuntutan untuk bisa (karena orang tua melihat saya mampu), diupayakan rangking 1, bisa kerja di tempat yang baik, mandiri, semua-semua bisa sendiri. 

Ya, I did it. Saya berhasil melakukannya. Saya bahkan berhasil melebihi ekspektasi yang bahkan di luar ekspektasi sekalipun. 

Tapi setelah itu apa?

Apakah orang tua saya tahu seberapa sering saya menangis karena saya takut gagal? Apakah ada yang tahu bahw kadang saya butuh dibiarkan, butuh dimanja, butuh untuk tidak selalu membuat keputusan sendiri? Apakah ada yang tahu rasa takut saya bertahun-tahun berada di kota asing, tidak menemukan keamanan, merasa kosong, takut tapi tetap harus berani? Apakah itu menyenangkan? 

Tidak. Tidak sama sekali.

Shit, saya nangis nulis ini. Hahahaha. 

Saya melihat pola yang benar-benar tidak ingin saya ulangi. 

Saya tahu, selalu ada positif negatif di setiap keputusan, termasuk keputusan parenting. 

Sisi positif dengan gaya parenting seperti itu adalah, saya bisa menjadi seseorang yang kuat (tapi keropos di dalam. Hahahaha). 

Dan saya tidak ingin mengulangi itu. 


Maka, ketika banyak yang bilang saya dan suami terlalu memanjakan anak kami, dalam hati saya cuma bilang: Ini adalah hal yang paling ingin saya dapatkan ketika saya kecil dulu.

Shit! Mewek lagi saya!!!

2 comments:

  1. yaa kalo liat postingan orang2 yg penuh teori ini itu, memang ga bisa dipakai ke semua orang. semua keluarga punya gaya parentingnya masing-masing, menurutku yg terpenting adalah komunikasi- ah jd pengen nulis ttg ini. untungnya ketemu istri yg sdh terbiasa berkomunikasi dg ortunya sejak kecil, berlawanan dg aku yg selalu harus nerima apa kata ortu, persisnya abah.

    smua ada positif dan negatifnya sih, positifnya jd penurut, ada balasan yg memang disiapkan-Nya utk anak yg penurut, aku percaya itu. negatifnya ya itu, aku susah komunikasi, sampai sekarang sama anak-anak tetap aja susah, untungnya ada istriku yg jd jembatannya, jadi penyeimbang jadinya

    tapi, memang dendam dalam tanda kutip, aku ya berusaha agar anak2ku tidak merasakan kesusahan apapun yg dulu aku rasakan, terutama terkait fasilitas dan kenyamanan, diusahakan apa yg mereka inginkan bisa terwujud, walau kadang harus sedikit bersabar haha

    eh jd panjang :))

    ReplyDelete
  2. "tapi, memang dendam dalam tanda kutip, aku ya berusaha agar anak2ku tidak merasakan kesusahan apapun yg dulu aku rasakan, terutama terkait fasilitas dan kenyamanan"

    ini sama om warm

    ReplyDelete