Sunday 29 January 2023

Hai Baby no. 3

Nanti ketika anak no. 3 saya lahir saya ingin melakukan ini:

1. Menangis meraung ketika dia lahir atau ketika proses persalinan. Saya ngga mau lagi denger kata orang atau peduliin pendapat orang. Saya hanya butuh memvalidasi perasaan saya sendiri. Dan itu tidak apa-apa. 

2. Menghabiskan waktu untuk tidak tergesa dan istirahat. Terutama setelah melahirkan. Saya mau makan yang enak enak dan mengenyangkan. Saya tidak mau peduli lagi kata orang bahwa ibu menyusui harus ABCD, saya akan melakukan apa yang tubuh saya ingin lakukan. Jika ingin istirahat pun saya akan melakukannya. Jika ada yang mencemooh bentuk tubuh saya setelah saya melahirkan, saya akan membalasnya dengan kenyinyiran paling nyinyir. Ya, ini pe er besar saya. Saya harus bisa jadi manusia nyinyir sekarang. Saya tidak boleh lagi membiarkan mental saya dilemahkan orang-orang yang bahkan tidak berkontribusi apapun dalam hidup saya. 

3. Saya ingin punya rewang. Saya ingin fokus sama anak-anak saya. Peduli amat apa kata orang. Yang ngeluarin duit juga saya kan?

4. Saya ingin banyak tutup telinga. Saya sudah cukup tua. Dan pasti melelahkan punya anak di usia sekian. Belum lagi saya harus menyelesaikan disertasi dan lain lain. Saya hanya harus fokus pada diri saya sendiri. 

5. Saya ingin jadi selfish. Itu aja sih intinya. Saya cape jadi saya beberapa waktu belakangan. 

Entah, tapi saya membayangkan diri saya yang lebih kuat nanti. Semoga saya tidak lagi baby blues, tidak lagi kena post partum depression. Semoga semesta mendukung saya kali ini ❤️

Aamin ❤️

Sunday 8 January 2023

Kind hearted man

Dulu sebelum kami menikah, beberapa kali dia mengajak saya mengikutinya bekerja. Menyalurkan bantuan, survey calon penerima bantuan. 

Bagi saya itu bukan pekerjaan mudah. Sangat berat malah. 

Tidak mudah mendongak maupun menunduk terlalu dalam untuk mereka yang ada di tengah-tengah. 

Hampir selalu ketika saya ikut dia bekerja, semuanya berujung dengan saya nangis di boncengan motornya. Ya simply karena hati saya tidak pernah bisa sekuat hatinya. Menyaksikan mbah-mbah yang harus hidup sendirian, dengan rumah yang tentu sudah tidak mampu lagi bagi si mbah untuk membersihkannya sendiri, bukan hal mudah untuk saya. Ya, semua selalu berakhir saya menangis dan mewek. Selalu. 

Sementara dia, dia selalu bisa berkata tegas, tak tek tak tek, tapi tetap santun dan selalu bisa menempatkan diri di manapun dia berada. Nada bicaranya tidak pernah merendahkan, tapi juga tidak pernah terlihat cengeng seperti saya yang cemen. 

Ya, laki-laki itu adalah suami saya. Laki-laki dengan hati terbaik yang pernah saya kenal. 

Beberapa hari lalu harusnya kami bersenang-senang. Kami piknik bersama, tapi ya seperti biasa, dia tiba-tiba dihubungi kantor, dan diminta untuk melakukan beberapa hal dalam waktu yang sesingkatnya. Seperti biasa. Dia tidak menikmati piknik kami. Tapi ya sudahlah. Pasti sulit membagi pikiran dalam kondisi seperti itu. 

Kemarin, dia mengajak saya dan anak kami berkeliling. Kami mengunjungi beberapa rumah. Dia memastikan bahwa semua penerima bantuan untuk mengambil haknya hari itu. 

Menyaksikannya melakukan itu, selalu membuat saya jatuh cinta lagi dan lagi. Dalam hati saya berkata: Laki-laki ini adalah laki-laki terbaik! 

Ketika saya pikir semua sudah selesai, di rumah pun dia masih sempat membuat beberapa panggilan, memastikan semua tersalurkan. Dia bahkan pergi lagi ke tempat penyaluran, ya sekali lagi untuk memastikan. 

Bahkan ketika di rumah, ketika masih saja ada telepon atau sms, dia masih membalas dan menjawabnya dengan nada paling santun. 

Dia mungkin tidak tahu. Mungkin tidak akan pernah tahu, bahwa saya benar-benar mengaguminya. Saya sangat sangat bangga padanya!

Thursday 5 January 2023

parenting apalah apalah

Sebenarnya saya ke-trigger postingan yang direpost seorang teman beberapa waktu lalu. Postingan itu bercerita tentang dosis sayang yang tepat untuk anak. Menurut postingan itu dan banyaaakkk sekali postingan di Instagram yang berseliweran, bersikap tegas, membuat aturan yang saklek, menuntut anak untuk bisa, tidak terlalu memanjakan anak, adalah kumpulan hal-hal baik yang akan berguna bagi anak di masa depan. 

Melihat itu saya sebenarnya pengen tertawa sedih. 

Saya dibesarkan dengan berbagai tuntutan untuk bisa (karena orang tua melihat saya mampu), diupayakan rangking 1, bisa kerja di tempat yang baik, mandiri, semua-semua bisa sendiri. 

Ya, I did it. Saya berhasil melakukannya. Saya bahkan berhasil melebihi ekspektasi yang bahkan di luar ekspektasi sekalipun. 

Tapi setelah itu apa?

Apakah orang tua saya tahu seberapa sering saya menangis karena saya takut gagal? Apakah ada yang tahu bahw kadang saya butuh dibiarkan, butuh dimanja, butuh untuk tidak selalu membuat keputusan sendiri? Apakah ada yang tahu rasa takut saya bertahun-tahun berada di kota asing, tidak menemukan keamanan, merasa kosong, takut tapi tetap harus berani? Apakah itu menyenangkan? 

Tidak. Tidak sama sekali.

Shit, saya nangis nulis ini. Hahahaha. 

Saya melihat pola yang benar-benar tidak ingin saya ulangi. 

Saya tahu, selalu ada positif negatif di setiap keputusan, termasuk keputusan parenting. 

Sisi positif dengan gaya parenting seperti itu adalah, saya bisa menjadi seseorang yang kuat (tapi keropos di dalam. Hahahaha). 

Dan saya tidak ingin mengulangi itu. 


Maka, ketika banyak yang bilang saya dan suami terlalu memanjakan anak kami, dalam hati saya cuma bilang: Ini adalah hal yang paling ingin saya dapatkan ketika saya kecil dulu.

Shit! Mewek lagi saya!!!

Tuesday 3 January 2023

30 Hari Bercerita

Kepala saya penuh. Saya punya banyak hal yang ingin saya ceritakan lewat tagar #30haribercerita. Tapi kemudian saya urungkan. Saya tahu saya bukan orang yang pandai menahan diri. Sekali saya mengikuti tantangan itu, bisa dipastikan saya akan oversharing hal-hal tidak penting yang sudah saya lakukan via twitter dan blog ini tentu saja 😅

Jadi, mari tetap bercerita di sini saja ya. 

Apa kabar tahun baru? Ada resolusi apa? Hahahaha. 

Entah, tahun ini saya tidak lagi sibuk membuat daftar panjang hal-hal yang harus saya capai. Saya ingat, bahkan untuk konsisten bangun pagi saja saya tidak mampu 😅 Konsisten nge-treadmill saya pun tidak bisa. Lalu apa yang bisa saya capai? Yang ada saya malah cape menghukum diri sendiri 😅

Hidup masih begitu-begitu saja. Rencana yang dibuat, masih banyak yang tidak tercapai. Sekecil rencana pengen ke kampus saja tidak tercapai 😅 Saya masih nggondokan, suami saya masih sabar menghadapi saya, anak semakin besar dna semakin pandai menasehati orang tuanya 😅 Ya, hidup masih sesederhana itu. Sambil sesekali dibumbui ambisi yang habis dengan kata 'sudahlah' 😅

Ah ya, kemarin saya bimbingan. Jadwalnya adalah mengajukan model rencana penelitian. Saya propose 3 model. Jujur saya merasa promotor saya kurang tertarik dengan tema saya meskipun saya menganggapnya wow sekali. Model saya pun hanya dilihat sekilas, dan hanya 1 model yang mendapat masukan, yang sepertinya itu nanti yang akan saya lanjutkan.

Beberapa waktu saya mencoba mencerna, mengapa promotor saya tidak sebersemangat itu untuk mendukung saya. Kemudia saya sadar, beliau adalah sosok yang sudah malang melintang di dunia perkuliahan selama sekian puluh tahun. Beliau pasti paham, mana yang ongso-ongso, mana yang realistis, mana yang bisa dikerjakan, mana yang terlalu utopis. 

Kemudian saya ingat kalau saya pun pernah bilang ke mahasiswa bimbingan saya: Sudah, manut dosen pembimbing saja. Percaya saja sama dosen pembimbing. Dosen pembimbing lebih tahu. 

Pada akhirnya ya, saya kemakan omongan saya sendiri (lagi) 😅😅😂😂


.